RIAUPEMBARUAN.COM -Indonesia kembali merundingkan perluasan ekspor produk sawit dan turunannya ke pasar Uni Eropa setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana menerapkan tarif resiprokal.
Tarif tersebut berkisar dari 11 persen hingga 50 persen, termasuk Indonesia yang dikenai tarif Trump 32 persen. Namun, pada Rabu (9/4/2025) waktu setempat, Trump menunda kebijakannya itu dan memberikan waktu untuk negosiasi perdagangan dengan negara-negara mitra dagang.
Ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) beserta produk turunannya bakal turut terdampak apabila AS menerapkan tarif resiprokal. Sebab, ekspor komoditas CPO dan turunannya ke AS tumbuh cukup signifikan dalam 10 tahun terakhir.
Menteri Perdagangan RI Budi Santoso melakukan pertemuan dengan Menteri Urusan Perdagangan Luar Negeri dan Warga Perancis di Luar Negeri Laurent Saint-Martin di kantor Kemendag.
Pertemuan itu membahas perluasan ekspor CPO Indonesia ke pasar Uni Eropa. Adapun ekspor sawit RI ke Eropa akan diatur dalam European Deforestation Regulation (EUDR), sebuah peraturan antideforestasi Uni Eropa.
Dalam pertemuan tersebut, Mendag Budi menyampaikan, Indonesia menghargai Uni Eropa yang menunda implementasi EUDR.
DPR Dorong Penyelesaian Administratif Indonesia pun tetap meminta Uni Eropa untuk mempertimbangkan kembali setiap regulasi yang memberatkan perdagangan secara tidak perlu, bersifat diskriminatif, serta tidak sejalan dengan aturan dan prinsip-prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Oleh karena itu, kedua pihak perlu bekerja sama lebih erat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif, secara segera, demi menjaga kesejahteraan ekonomi kita. Jalur terbaik untuk mencapai hal tersebut adalah melalui penyelesaian Perundingan Indonesia-EU CEPA,” kata Budi dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).
Indonesia? Satgas PKH jadi harapan Di sisi lain, Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI) Rasminto berharap pada Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Diketahui, Presiden Prabowo Subianto membentuk Satgas PKH dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan untuk lahan sawit.
"Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 telah mengatur mekanisme penertiban secara transparan dan berkeadilan. Penindakan (lahan sawit) hanya dilakukan terhadap lahan yang terbukti digunakan secara ilegal dan merusak ekosistem,” kata Rasminto.
Dipimpin Sjafrie Sjamsoeddin Dengan adanya satgas tersebut, menurut Rasminto, kepastian hukum dalam pengelolaan sumber daya alam akan meningkatkan kepercayaan investor.
"Investor yang berorientasi jangka panjang tentu akan lebih percaya kepada negara yang memiliki regulasi lingkungan yang jelas dan dijalankan dengan konsisten,” ujar dia.
Rasminto juga menegaskan bahwa Uni Eropa justru menerima ekspor sawit dari negara-negara yang berkomitmen jaga lingkungannya. "Uni Eropa membuka pintu bagi ekspor produk sawit dari negara-negara yang berkomitmen pada penghentian deforestasi dan menjaga keberlanjutan lingkungan,” kata Rasminto.
Baca juga: Asosiasi Petani Sawit Keberatan dengan Pembentukan Satgas Penertiban Kawasan Hutan
Rasminto mengatakan, fakta ilmiah menunjukkan bahwa kelapa sawit merupakan tanaman yang efisien dalam penggunaan lahan. Menurut penelitian Union of Conservation of Nature (IUCN), kelapa sawit sembilan kali lebih efisien dibandingkan tanaman minyak nabati lain sehingga secara ekologis memiliki keunggulan dalam produktivitas per hektar.
"Hal ini menjadi salah satu argumen kuat bagi negara produsen seperti Indonesia untuk terus mendorong ekspor sawit berkelanjutan ke pasar Uni Eropa melalui penataan kawasan hutannya,” kata Rasminto.
Ia pun menambahkan pada 2024, Uni Eropa mengadopsi Peraturan Bebas Deforestasi atau EUDR yang bertujuan memastikan bahwa produk impor, termasuk minyak kelapa sawit, tidak berkontribusi terhadap deforestasi.
"Aturan ini mengharuskan perusahaan membuktikan bahwa produk mereka tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi setelah tahun 2020. Sehingga, ketegasan pemerintahan Presiden Prabowo melalui Satgas PKH ini bentuk komitmen Indonesia dalam penataan lahan dan penindakan perusahaan sawit nakal yang melakukan deforestasi,” kata dia.*
Penulis: Redaksi
Editor: Iwan Ceper
Sumber: Kompas