RIAUPEMBARUAN.COM -Lapangan-lapangan minyak besar di Wilayah Kerja Rokan yang kini dioperasikan oleh Pertamina Hulu Rokan (PHR) umumnya telah berproduksi puluhan tahun. Inisiatif-inisiatif untuk memperpanjang usia produktif lapangan terus dilakukan PHR. Tidak saja untuk menahan laju penurun alamiah produksi, tapi juga melakukan efisiensi biaya operasi bahkan meningkatkan perolehan minyak.
Ikhtiar tersebut dilakukan dengan berbagi cara. Mulai dari pengembangan lapangan baru, melakukan berbagai inisiatif inovasi proses, hingga metode analisa data sumur yang lebih komprehensif menggunakan Artificial Intelligence (AI). Seluruh inisiatif dimaksud tentu berbekal data lapangan dan sumur eksisting.
PHR memiliki laboratorium geologi yang menyimpan sekitar 17 ribu sampel batuan pengeboran sumur (Core Sampel), dari lebih 80 lapangan minyak di Wilayah Kerja Rokan. Core Sampel tertua yang disimpan di Rumbai Geology Laboratory adalah sampel dari Sumur Sebanga#1, yang dibor sekitar tahun 1938.
“Core lab adalah ibunya data lapangan minyak. Sumber informasi paling akurat dan terpercaya bagi industri minyak dan gas. Semua keputusan strategis, mulai dari eksplorasi hingga produksi, bergantung pada data yang diperoleh dari core lab ini,” ujar Senior Biostratigrapher Satia Graha, yang mengelola laboratorium geologi PHR.
Satia menambahkan bahwa ketika terjadi masalah pada sumur minyak, seperti penyumbatan atau penurunan produksi, core lab dapat membantu mengidentifikasi penyebabnya. Dengan menganalisis sampel batuan, para ahli dapat menentukan solusi yang tepat.
Pjs VP Asset Development, Mochamad Taufan mencontohkan bahwa saat terjadi pembentukan kerak (scale) pada pompa dan peralatan bawah permukaan di suatu sumur, endapan kerak yang terbentuk dapat menghambat aliran fluida, mengurangi efisiensi produksi, yang berpotensi menyebabkan kegagalan di pompa bawah permukaan dan meningkatkan biaya operasi.
“Ketika ada masalah, kami kembali ke pangkal. Tim menganalisa data fluida terproduksi untuk memahami kecenderungan terbentuknya endapan kerak di suatu sumur. Fluida yang terproduksi tersebut tentu sangat erat kaitannya dengan jenis batuan dan sedimen yang ada di lapangan tersebut. Sehingga dengan memahami karakteristik batuan, akan sangat membantu dalam mencari solusi atas persoalan tersebut,” kata Taufan.
Hasil analisa menelurkan insiatif-inisiatif baru untuk mengatasi masalah scaling. Salah satunya proses uji coba metode baru pada tiga sumur produksi baru-baru ini menunjukkan terjadinya pengurangan pembentukan scale secara signifikan, sehingga PHR berhasil mengembalikan potensi produksi yang hilang atau Lost Production Opportunity (LPO) hingga 2.000 barel minyak dari tiga sumur.
“Perlambatan pembentukan scale tentu saja sekaligus mengurangi biaya perawatan sumur. Well Service sumur yang sebelumnya dilakukan sekali dalam dua bulan, kini menjadi sekali dalam empat bulan atau lebih. Uji coba ini berpotensi memangkas biaya perawatan dan mengembalikan potensi produksi hingga 2,4 miliar rupiah dari tiga sumur uji coba,” ujar Taufan.
Selain sebagai sumber data dalam menjawab tantangan di lapangan, lab Geologi PHR kerap menjadi rujukan tim peneliti dalam merencanakan pengembangan area baru. “Kami tengah melakukan analisa lapisan batuan dan sedimen yang pernah diambil dari lapangan Duri. Mulai sejak tahun 1950-an hingga yang terakhir,” ujar Sedimentologist Lemigas Agus Priyantoro.
Agus menambahkan bahwa data dari core lab ini akan dianalisa lebih lanjut untuk mengetahui cadangan potensial baru dari lapangan ini, serta sebagai dasar dalam menentukan teknologi yang akan digunakan untuk mengekstraksinya. Dengan memahami karakteristik batuan reservoir, lanjut Agus, perusahaan dapat merancang metode pengeboran yang lebih efektif.
Penulis: Redaksi
Editor: Rezi AP